Soal Matematika
Kelas 7 Kurikulum 2013 Sangat Sulit!
Oleh:
Intan
Cahyaningrum
NIM. 1102329
Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia
Kurikulum pendidikan di Indonesia yang baru
diterapkan tahun 2013 ini masih menuai pro dan
kontra dari berbagai pihak. Kurikulum ini dirasa tergesa-gesa sebab persiapan
dan perencanaan yang singkat dan kurang matang. Proses pembuatan kurikulum 2013
dapat dilihat dalam diagram berikut.
Salah satu yang mendorong adanya perombakkan
kurikulum 2006 ke kurikulum 2013 adalah banyaknya fenomena-fenomena negatif
yang terjadi di lingkungan pendidikan seperti perkelahian antar pelajar,
narkoba, plagiarisme, dan sebagainya. Maka dari itu, kurikulum 2013 adalah
kurikulum baru yang lebih menekankan pada pendidikan karakter. Di lain sisi,
dominannya persepsi masyarakat bahwa pendidikan lebih ditikberatkan pada aspek
kognitif saja, sehingga kurikulum 2013 ini pun berkarakteristik ideal dalam
pengintegrasian aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik di dalam
implementasinya.
Perhatikan tabel tata kelola pelaksanaan kurikulum
2013 berikut.
Dari tabel tersebut diperoleh bahwa kurikulum 2013
tidak memberi beban berat pada guru. Namun, hal ini bertolak belakang dengan
tingkat kesulitan materi yang ada pada buku kurikulum 2013. Materi matematika
yang diajarkan di kelas VII dengan kurikulum 2013 antara lain: himpunan,
bilangan, garis dan sudut, segiempat dan segitiga, perbandingan dan skala,
persamaan dan pertidaksamaan linier satu variable, aritmatika social,
transformasi, statistika, dan peluang. Jika dibandingkan dengan materi
matematika kelas VII dengan kurikulum 2006 terlihat banyak materi yang baru
muncul di kelas VII ini, seperti transformasi, statistika, dan peluang.
Perhatikan contoh soal latihan yang terlihat pada
gambar berikut.
Misalkan, penulis mengambil sampel pada soal-soal
latihan suatu bab. Soal-soal tersebut terdapat pada uji kompetensi 2.7 bab
bilangan di halaman 157 buku BSE kurikulum 2013. Jika dikaji lebih lanjut tentu
banyak menimbulkan pertanyaan. Adapun hal-hal yang dapat penulis kaji adalah
sebagai berikut:
1.
Pada soal nomor
(1), penulis kurang tepat dalam penulisan soal. Lebih tepatnya jika dituliskan
“Ubahlah bilangan-bilangan berikut ke dalam bentuk a/b dengan a,b bilangan
bulat dan b≠0.”.
2.
Pada soal nomor
(4), siswa diberikan pertanyaan yang setara dengan soal olimpiade. Dengan pola
pikir siswa yang masih konkrit, tentu saja soal tersebut akan sangat sulit bagi
siswa. Selain itu, guru yang biasanya mengajar kelas VII dituntut memiliki
kemampuan yang lebih untuk memberikan soal-soal sulit kepada siswa, termasuk
cara membuat siswa paham dengan langkah-langkah pengerjaan soal.
3.
Pada soal nomor
(5), (6) dan (7), selain dianggap soal yang sangat sulit, siswa pun belum diajarkan
aljabar sebelumnya. Sehinggga dikhawatirkan apabila bertemu dengan ‘huruf’
dalam soal matematika seperti ini akan menimbulkan kebingungan. Dalam hal ini
guru sangat berperan penting dalam mengantar siswa untuk memahami arah
penyelesaian soal.
4.
Pada soal nomor
(2), (3), dan (8), siswa disuguhkan soal pembuktian. Soal pembuktian adalah
soal dengan tingkat penalaran yang tinggi. Di samping itu, siswa SMP masih
berpola piker konkrit. Bisa dibayangkan dengan pola piker yang konkrit, siswa
diminta mengerjakan soal-soal pembuktian seperti yang diberikan di jenjang
perkuliahan.
Dengan berdasarkan pada jenjang pola piker komkrit
siswa SMP kelas VII yang berusia sekitar 10-12 tahun, tentu akan menimbulkan
perasaan takut untuk mengerjakan soal-soal seperti ini. Hal ini tentunya akan
berdampak pada ketertarikan siswa untuk matematika secara general. Apabila
siswa sering diminta mengerjakan soal seperti ini, bagaimana perasaan mereka?
Bukankah pendidikan itu adalah hak segala bangsa? Pendidikan yang seperti apa? Apakah
pemerintah dirasa bijak memberikan soal-soal seperti itu untuk siswa kelas VII
SMP?
Melihat pada tujuan awal dibuatnya kurikulum ini
ialah untuk mengurangi beban guru dan siswa serta member pendidikan karakter
yang lebih. Lalu, apakah beban siswa berkurang? Apakah beban guru berkurang?
Dan apakah pendidikan karakter sukses diterapkan dengan soal-soal seperti ini?
Guru justru memiliki beban lebih untuk mampu mengerjakan soal-soal yang mereka
berikan pada siswa serta bagaimana cara membuat siswa paham mengenai soal
tersebut. Pendidikan karakter yang diharapkan pun tidak terlihat jelas dengan
pemberian soal-soal seperti ini. Siswa akan cenderung malas dan bosan jika
mereka tidak dapat mengerjakan soal. Selanjutnya siswa lama-lama akan berusaha
tidak menyukai matematika.
Lagi-lagi pemerintah perlu berpikir ulang dengan
pengimplementasian kurikulum yang tergesa-gesa ini. Bukan lagi salah cetak atau
edit, tapi salah memberikan soal-soal yang tidak sesuai dengan kemampuan siswa
pada dasarnya. Bahkan apakah adil jika soal-soal seperti ini diberikan pada
seluruh siswa di nusantara? Tidak melihat kemampuan rata-rata siswa tiap
daerahnya, karna semua siswa memakai buku yang sama.
Bahkan pemerintah perlu merenungi apakah guru-guru
kita sudah siap? Apakah guru-guru kita sudah memiliki kapabilitas yang layak
dengan mater-materi yang menjadi tuntutan untuk diajarkan secara pantas. Siswa
memiliki haknya untuk memperoleh pendidikan. Bukan hanya sekadar duduk di kelas
mendengarkan guru yang tidak capable
memberikan soal yang tidak mereka harapkan.
Jika kurikulum ini tidak dapat diubah lagi, maka
satu-satunya solusi adalah perombakkan pada bahan ajar. Bahan ajar seharusnya
disesuaikan sebaik-baiknya dan perlu memerhatikan kapabilitas peserta didik
maupun guru. Selain itu perlu diadakannya seleksi guru-guru yang berkapabilitas
tinggi untuk mengajar dengan kurikulum ini. Sebab tidak aka nada perubahan
nyata apabila guru juga tidak mau berkembang dan tetap pada kemampuan yang
sebelumnya. Maka percuma adanya kurikulum ini jika tidak didukung oleh berbagai
pihak.
Sumber:
Bahan Uji Publik Kurikulum 2013
Matematika
SMP/MTs Kelas VII Kurikulum 2013.
2013. Jakarta: Kemdikbud.
mungkin benar jika guru harus mempunyai kapabilitas yang tinggi dalam perubahan seperti ini, tapi sebenarnya yang diperlukan itu hanya metode pendekatan siswa dan guru saja, guru2 sekarang kalo ngerasa sudah lebih malah kesenjangan makin terasa, IMHO.. meskipun tidak semua guru seperti itu,
BalasHapusdisamping itu semakin sulit materi atau bahan ajar yang disajikan hanya akan berdampak pada jenuhnya siswa belajar, dan akan membuat peserta didik lebih memilih untuk menghabiskan waktu pada saat jam pelajaran di suatu tempat yang bila dikaitkan dengan tabel pada kolom elemen untuk pemantauan akan terkesan rumit,,
intinya yang harus diubah itu bukan materi ajar tapi lebih ke metode mengajar, itu IMHO juga =)
semoga saja semua sudah dipikirkan lebih baik untuk kebaikan bersama
sebagus apapun metode mengajar, jika bahan ajarnya kurang sesuai, apa akan maksimal?
Hapusbanyak siswa yang merasa kalah seblum berperang stelah liat soal-soalnya. sedikit kecewa tapi ya mau gmana lagi..
BalasHapusSaya masih melihat di lapangan bahwa kebanyakan guru pun tidak saklek mengikuti buku kemdikbud. Kebanyakan mengambil soal-soal latihan dari buku lain. Intinya hanya disesuaikan saja dengan kemampuan siswa di lapangan, dan tentunya IPK.
HapusSaya sangat sangat sangat setuju dengan tulisan anda. Buku matematika kurikulum 2013 yang diluncurkan kemendikbud secara materi oke.. Tapi soal2 latihan yang dicantumkan terlampauuuuu susah untuk dikerjakan anak usia smp yang secara penalaran masih belum berkembang.. Saya lihat buku matematika erlangga kurikulum 2013 soal2 latihan yang diberikan masih jauh lebih manusiawi untuk anak usia smp di Indonesia ketimbang buku yang diluncurkan kemendikbud..
BalasHapusYa memang mayoritas tingkat kesukarannya lebih tinggi kurtilas..
HapusSoal-soal di buku kurtilas sebenarnya tidak jauh berbeda tp lebih menekankan ke nalar, soalnya bervariasi.. Sehingga siswa harus paham maksud si soal sebelum menghitung..
Soal-soal di erlangga to the point, jadi siswa bisa langsung menghitung..
selain itu buku matematika kls 7 jg terdapat pelajaran SMA sperti transformatika dan peluang yg lumayan membingungkan.
BalasHapussekarang transformasi ada di kelas VII, dulu saya belajar pas SMA rasanya :')
Hapussetuju!
BalasHapussoal-soalnya jauh diatas kemampuan siswa
malah kurikulum 2013 bahan ajarnya harus cari sendiri lagi-_
ini deh yang buat saya tidak senang sama matematika!
peluang ama transformasi itu susah.. mau gimana ya-_
Iya betul, memang yang di buku itu hanya seperti mengantar saja.. Guru harus mengekspor lagi bahan ajar yang akan digunakan saat KBM..
HapusSiapa bilang beban guru menjadi ringan?
BalasHapusmateri bertambah dan jam yang di berikan tidak sesuai. Memang siswa diharap untuk belajar mandiri, tp apa ya mungkin untuk tiap pelajaran siswanya mempersiapkan mandiri, bisa-bisa bangun tidur, sekolah, pulang belajar terus tidur lagi. Tidak manusiawi. Penilaian juga begitu, 1 anak saja tiap guru harus merekap penilaian sikap kurang lebih 60 halaman (observasi, penilain diri, antar teman dan jurnal), coba bayangkan kalau 1 kelas 40 siswa dan harus mengajar 10 kelas, tinggal di hitung saja. Itu masih penilaian sikap, belum pengetahuan dan ketrampilan
Si penyusun kurtilas yang menganggap beban guru akan lebih ringan..
HapusSaya sepakat kalau justru tugas guru menjadi lebih banyak. Selain harus menyiapkan bahan ajar yang mematangkan buku kurtilas, juga didesak berbagai administrasi penilaian. Faktanya di lapangan banyak guru yang mengabaikan sistem penilaian tsb karna kurang pencerdasan atau memang kewalahan.
Duuhh, betul itu. saya merasakannya sendiri..
BalasHapusmemang syusyahnya...beeuuh
belom lagi saya sekolah di smp favorit..(bukan nyombong) tambah lagii..
ngebut belajarnya...
tetap semangat ya, semoga dilancarkan studinya :)
HapusMichael
BalasHapussaya menanggapinya agak berbeda, memang banyak materi matematika di kurikulum 2013 yang tingkatnya lebih tinggi sepeti ada deret aritmatika meski dalam buku tidak ditulis sebagai deret aritmatika, namun coba perhatikan, pembahasannya cukup mudah, namun banyak guru yang tidak memahami pembahasan seperti itu, banyak yang menggunakan rumus artimatika sma, kalau seperti itu ya jelas murid smp akan sukar mengerti. sebenarnya contoh dikelas VII banyak materi sulit tapi itu hanya bagian sederhana yang berfungsi sebagai pengenalan dengan metode penalaran siswa sendiri, siswa bisa membuat rumusan sendiri tanpa harus menghafalkan rumus-rumus penerbit buku yang beredar.
wah suka ngeblog juga.. ^_^
BalasHapus