ASBABUN NUZUL
Pentingnya
ilmu asbabun nuzul dalam ilmu Al-Qur'an guna mempertegas dan mempermudah dalam memahami
ayat-ayatnya. Ilmu Asbabun Nuzul mempunyai pengaruh yang penting
dalam memahami ayat, karenanya kebanyakan ulama begitu memperhatikan ilmu
tentang Asbabun Nuzul bahkan ada yang menyusunnya secara khusus. Diantara tokoh
(penyusunnya) antara lain Ali Ibnu al-Madiny guru Imam al-Bukhari r.a. Kitab
yang terkenal dalam hal ini adalah kitab Asbabun Nuzul karangan
al-Wahidy sebagaimana halnya judul yang telah dikarang oleh Syaikhul Islam Ibnu
Hajar. Sedangkan as-Sayuthy juga telah menyusun sebuah kitab yang lengkap lagi
pula sangat bernilai dengan judul Lubabun Nuqul Fi Asbabin Nuzul.
Oleh karena pentingnya ilmu asbabun nuzul dalam
ilmu Al-Qur'an guna mempertegas dan mempermudah dalam memahami ayat-ayatnya,
dapatlah kami katakan bahwa diantara ayat Al-Qur'an ada yang tidak mungkin
dapat dipahami atau tidak mungkin diketahui ketentuannya/hukumnya tanpa ilmu
Asbabun Nuzul.
Terkadang ada satu kasus (kejadian). Dari kasus
tersebut turun satu atau beberapa ayat yang berhubungan dengan kasus tersebut,
itulah yang disebut dengan Asbabun Nuzul. Dari segi lain, kadang-kadang ada
suatu pertanyaan yang dilontarkan kepada Nabi SAW, dengan maksud minta
ketegasan tentang hukum syara' atau mohon penjelasan secara terperinci tentang
urusan agama, oleh karena itu turun beberapa ayat, yang demikian juga disebut
Asbabun Nuzul.
SEDIKIT DESKRIPSI SURAT YUNUS
Sebagian
besar surah Yunus tergolong Makkiyah, yang turun sebelum Muhammad
hijrah
ke Madinah
kecuali ayat 40, 94, dan 95 yang termasukMadaniyyah.
Dalam penggolongan surah, surah Yunus termasuk kategori surah Al-Mi'un, yaitu
surah-surah Al-Qur'an yang ayatnya berjumlah
seratusan karena surah ini terdiri dari 109 ayat. Namun ada juga yang
berpendapat surah ini termasuk golongan surah as-Sab'ut Thiwal atau "Tujuh
Surah yang Panjang". Dalam mushaf Utsmani, surah
ini merupakan surah ke-51 yang diturunkan setelah surah Al-Isra',
surah ke-17 dalam al-Qur'an dan sebelum surah Hud,
juz ke-11. Seluruh isi surah ini masuk ke dalam Juz 11 dan diletakkan setelah surah At-Taubah dan
sebelum surah Hud. Surah ini terdiri atas 11 ruku'.
Sedangkan topik utama yang dibahas dalam surah ini meliputi masalah akidah,
iman kepada Allah, kitab-kitab dan rasul-Nya, serta Hari kebangkitan dan
pembalasan.
Surah
Yunus diawali dengan ayat Mutasyabihat Ali
Lam Ra dan diakhiri dengan ayat yang membahas perlunya mengikuti
aturan Allah dan
bersabar baik dalam ketaatan maupun musibah. Surah ini dinamakan Yunus
merupakan sebuah simbolikal dan bukan berarti surah ini berisi kisah Yunus.
Bahkan, kisah terpanjang dalam surah ini adalah kisah Musa dan Bani Israil dengan Fir'aun yaitu
pada ayat 75 hingga 93. Hanya ayat ke-98 dari surah inilah yang menyebut kata
"Yunus". Menurut pengamatan Khalifah, ayat 98 merupakan bagian
terpenting dari surah ini.
YUNUS:
89
قَالَقَدْأُجِيبَتدَّعْوَتُكُمَافَاسْتَقِيمَاوَلاَتَتَّبِعَآنِّسَبِيلَ
الَّذِينَلاَيَعْلَمُونَ
Allah
berfirman: “Sesungguhnya telah
diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan
yang lurus dan janganlah sekali-kali kamu mengikuti jalan orang-orang yang
tidak mengetahui.”
Tafsir /
Indonesia / DEPAG / Surah Yunus 89
Dalam ayat
ini Allah menyatakan kepada Musa dan Harun bahwa doa mereka untuk kehancuran
Firaun dan pembesar kaumnya dan kekuasaannya akan diperkenankan Tuhan.
Kehancuran kekuasaan Firaun dan pemuka-pemuka kaumnya itu sudah menjadi
ketetapan Allah. Kemudian Allah memerintahkan kepada kedua Nabi itu untuk tetap
menjalankan perintah-Nya dan terus menyampaikan seruan ke jalan Allah dan
mempersiapkan kaumnya Bani Israel untuk berjuang dan pindah meninggalkan bumi
Mesir. Dan Allah melarang mereka agar jangan mengikuti jalan orang-orang yang
tidak menyadari sunah Tuhan pada makhluk-Nya yaitu hukum sebab-akibat. Mereka
hendaknya jangan menuntut segera kehancuran Firaun sebelum waktunya atau minta
ditunda kehancuran itu pada waktu yang sudah ditetapkan. Masa keruntuhan Firaun
itu pasti datang, sebab mereka tidak dapat lepas dari hukum Tuhan itu.
ISTIQAMAH
Istiqamah adalah anonim
dari thughyan (penyimpangan atau melampaui batas). Ia bisa berarti berdiri
tegak di suatu tempat tanpa pernah bergeser, karena akar kata istiqomah dari
kata “qaama” yang berarti berdiri. Maka secara etimologi, istiqamah berarti
tegak lurus. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, istiqamah diartikan sebagai sikap
teguh pendirian dan selalu konsekuen. Secara terminology, istiqomah bisa
diartikan dengan beberpa pengertian berikut ini;
-
Abu Bakar Shiddiq ra ketika ditanya tentang istiqamah ia menjawab; bahwa
istiqamah adalah kemurnian tauhid (tidak boleh menyekutukan Allah dengan apa
dan siapapun)
-
Umar bin Khattab r.a.
berkata: “Istiqamah adalah
komitment terhadap perintah dan larangan dan tidak boleh menipu sebagaimana
tipu musang”
-
Utsman bin Affan ra
berkata: “Istiqamah adalah
mengikhlaskan amal kepada Allah swt”
-
Ali bin Abu Thalib ra
berkata: “Istiqamah adalah
melaksanakan kewajiban-kewajiban”
-
Hasan Bashri berkata: “Istiqamah adalah melakukan ketaatan dan menjauhi kemaksitan”
-
Mujahid berkata: “Istiqamah adalah komitmen terhadap syahadat tauhid sampai
bertemu dengan Allah swt”
-
Ibnu Taimiah berkata: “Mereka beristiqamah dalam mencintai dan beribadah kepaada-Nya
tanpa menengok kiri kanan”
Setidaknya ada lima
perintah dari Tuhan kepada umat Islam untuk bersikap teguh pada pendirian atau
istiqamah. Yakni dalam surat Yunus ayat 89: "Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab itu
tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus dan janganlah sekali-kali kamu
mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengetahui".
Dilanjutkan di
Surat Huud ayat 112: “Maka tetaplah kamu
pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang
telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia
Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
Dalam surat al
Jaatsiyah ayat 18 dengan jelas Allah berfirman; “Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan)
dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti
hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui”. Dan yang terakhir ada di dalam
surat al Ahqaaf ayat 13: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan
kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita.
***
Beberapa Firman Allah di atas, bisa kita tarik benang merah kesimpulan; bahwa Tuhan telah memerintahkan kita untuk tetap teguh dalam pendirian, untuk tetap konsisten kepada setiap apa yang kita yakini benar, untuk tidak bersikap sebagaimana para munafiqin –yang inkonsistensi terhadap segala apa yang mereka katakan. Fakhruddin Ar-Razi 544-606 H. / 1150-1210 M. dalam kitabnya Mafatihul Ghoib telah menjelaskan; bahwa Istiqamah, sangat berkait dengan aqidah dan segala amal baik yang kita lakukan. Baik yang bersangkutan khusus dengan kepercayaan kita, ataupun yang bersinggungan dengan isi wahyu beserta penjelasan syari’at Islam. Lebih lanjut, dalam hematnya ar-Razi menjelaskan; memang tidak dapat dipungkiri lagi jika berpegang teguh untuk istiqamah yang benar-benar tak keluar dari garis yang telah ditetapkan baik yang ditetapkan oleh agama, ataupun ketetapan pemerintah termasuk perkara yang sulit. Istiqamah dalam perspektif Islam berarti teguh pendirian dalam tauhid dan tetap beramal yang saleh. Senantiasa konsisten kepada jalan yang lurus, konsisten terhadap ajaran-ajaran Tuhan yang termaktub di dalam ayat-ayat Qauliyah (al-Qur’an-Sunah), serta tetap teguh pendirian dalam mempercayai ayat-ayat Kauniyah yang terdapat pada tanda-tanda kekuasaan penciptaan beserta sifat-sifat yang menyertai makhluk-Nya.
Beberapa Firman Allah di atas, bisa kita tarik benang merah kesimpulan; bahwa Tuhan telah memerintahkan kita untuk tetap teguh dalam pendirian, untuk tetap konsisten kepada setiap apa yang kita yakini benar, untuk tidak bersikap sebagaimana para munafiqin –yang inkonsistensi terhadap segala apa yang mereka katakan. Fakhruddin Ar-Razi 544-606 H. / 1150-1210 M. dalam kitabnya Mafatihul Ghoib telah menjelaskan; bahwa Istiqamah, sangat berkait dengan aqidah dan segala amal baik yang kita lakukan. Baik yang bersangkutan khusus dengan kepercayaan kita, ataupun yang bersinggungan dengan isi wahyu beserta penjelasan syari’at Islam. Lebih lanjut, dalam hematnya ar-Razi menjelaskan; memang tidak dapat dipungkiri lagi jika berpegang teguh untuk istiqamah yang benar-benar tak keluar dari garis yang telah ditetapkan baik yang ditetapkan oleh agama, ataupun ketetapan pemerintah termasuk perkara yang sulit. Istiqamah dalam perspektif Islam berarti teguh pendirian dalam tauhid dan tetap beramal yang saleh. Senantiasa konsisten kepada jalan yang lurus, konsisten terhadap ajaran-ajaran Tuhan yang termaktub di dalam ayat-ayat Qauliyah (al-Qur’an-Sunah), serta tetap teguh pendirian dalam mempercayai ayat-ayat Kauniyah yang terdapat pada tanda-tanda kekuasaan penciptaan beserta sifat-sifat yang menyertai makhluk-Nya.
Istiqamah berarti
menjaga sebuah komitmen dalam segala bentuk apa yang telah kita ucap, pikir dan
lakukan. Jika kita berucap A, maka dalam perjalanannya kita tetap istiqamah
(terus menerus) untuk senantiasa mengucapkan A, tidak beralih ke B, C atau D.
Dalam berpikir pun demikian, meski sebuah hasil pikir adalah bentuk dari proses
menuju kebenaran yang terkadang dapat berubah, namun ke-istiqamahan pikir
berarti tetap berpegang teguh pada kebenaran pikir, dan tidak membalikkannya ke
jalan kesalahan atau kepicikan pikir. Istiqamah dalam laku, berarti sebuah laku
atau amal akan senantiasa terus menerus dilakukan dan takkan berhenti sampai
pada titik akhir kehidupan dalam upaya menuju kualitas laku.
Taruhlah contoh,
jika semua orang berjalan pada posisi masing-masing sesuai profesi dan tetap
berpegang teguh pada koridor kebenaran, maka apa yang di inginkan Tuhan kepada
kita, dan apa yang kita inginkan untuk hidup semakin tenang dan sejahtera,
insya Allah akan menjadi kenyataan. Seorang Pemimpin, baik Pemimpin Negara,
Pemimpin Perusahaan, Pemimpin Organisasi -dan lain seterusnya- beserta jajaran
bawahannya, tatkala menjalankan tanggung jawabnya secara istiqamah, secara
terus menerus berusaha untuk berupaya memperbaiki kinerjanya dan berpegang
teguh pada peraturan-peraturan yang telah ditetapkan, baik peraturan hukum
agama –sesuai keyakinannya masing-masing-, atau peraturan hukum pemerintah
–sesuai kapasitasnya sebagai warga Negara, maka persoalan korupsi yang telah
menggejala dewasa ini, persoalan kolusi atau nepotisme tidak akan tumbuh
sebagaimana yang ada saat ini.
Seorang Kiai,
Pegawai, Pedagang, sampai Petani, jika semuanya tetap konsisten dalam
meperteguhkan untuk senantiasa istiqamah dalam menjalankan fungsinya
masing-masing dan sesuai jalan koridornya, maka segala aktifitas kehidupan ini
akan terwujud keseimbangan yang tidak saling bertentangan dan bertabrakan. Hal
inilah yang di inginkan oleh Allah kepada hambanya sesuai ayat-ayat Qauliyah
yang terdapat dalam dustur agama Islam.
Jika semua manusia
yang berada dimuka bumi ini bisa berpegang teguh, konsisten, menjaga komitmen
atau istiqamah terhadap apa yang mereka ucap, pikir dan lakukan, maka bangunan
bumi ini akan semakin tertata dengan rapi dan bertambah indah. Fungsional manusia
sebagai khalifah pun akan semakin kentara dalam menjalankan tugasnya untuk
memakmurkan dan membangun bayang-bayang surga-Nya di muka bumi ini. Seperti
itulah bentuk dari istiqamah, maka tak heran jika ada adagium yang menyatakan
istiqamah lebih utama dari seribu karamah para wali. wallahu a’lam…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan meninggalkan komentar ^_^