1. 1. Apa
yang anda ketahui tentang landasan dasar PKn, tujuan dan pengertiannya?
Landasan Dasar PKn :
Pelaksanaan pendidikan kewarganegaraan memiliki 2 (dua)
dasar sebagai landasannya, landasan yang dimaksud adalah landasan hukum dan
ideal.
a.
Landasan hukum
1)
Undang-Undang Dasar 1945
Pembukaan UUD
1945
Pasal 27 (3)
(II)
2)
Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 1982
Pasal 18,
Pasal 19 ayat (2)
3)
Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003
4)
Surat
Keputusan Dirjen Dikti Nomor 43 Tahun 2006
b.
Landasan
ideal
Landasan
ideal Pendidikan Kewarganegaraan yang sekaligus menjadi jiwa dikembangkannya
Kewarganegaraan adalah Pancasila. Pancasila sebagai sistem filsafat menjiwai
semua konsep ajaran Kewarganegaraan dan juga menjiwai konsep ketatanegaraan
Indonesia.
Tujuan :
Berdasarkan visi dan misi yang terdapat dalam Kep.
Dirjen DIKTI No. 43/DIKTI/Kep/2006 Pasal 1 dan 2, dapat disimpulkan bahwa
tujuan pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah agar mahasiswa:
1) Memantapkan kepribadiannya
sebagai manusia seutuhnya.
2) Mampu mewujudkan nilai-nilai
dasar keagamaan, dan kebudayaan.
3) Menguasai, menerapkan dan IPTEK
dan seni yang dimilikinya dengan rasa tanggung jawab.
4) Memiliki kepribadian yang mantap.
5) Berpikir kritis.
6) Bersikap rasional, etis, estetis
dan dinamis.
7) Berpandangan luas.
8) Bersikap demokratis dan
berkeadaban.
9) Menjadi ilmuan yang professional
yang memiliki rasa kebanggaan dan cinta tanah air.
10) Menjadi warga Negara yang
memiliki daya saing.
11) Berdisiplin dan berpartisipasi
aktif dalam membangun kehidupan yang damai berdasarkan sistem nilai Pancasila.
12) Memahami dan melaksanakan hak dan
kewajiban secara santun, jujur, dan demokratis serta ikhlas sebagai warga
Negara terdidik dalam kehidupan bernegara yang bertanggung jawab.
13) Mahasiswa mampu memupuk sikap dan
perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai kejujuran serta patriotisme.
Pengertian :
Cogan (1999:4) mengartikan civic education sebagai “…the foundational course work in school
designed to prepare young citizens for
an active role in their communities in their adult lives.” Yaitu suatu mata
pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan warganegara muda,
agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam amsyarakatnya.
2. Apa yang dapat anda banggakan
dari ideologi pancasila? Apa kelebihan dan kekurangannya? Bandingkan dengan
kelebihan dan kekuarangan dari ideologi Amerika Serikat dan Korea Utara!
Jawab:
Kebanggaan :
Pancasila itu identik dengan Indonesia. Tidak ada di
negara manapun selain di Indonesia yang menggunakan ideologi Pancasila.
Kelebihan :
1.
Mencakup
nilai – nilai positif yang diambil dari berbagai ideologi
2.
Menutup
kelemahan dari kedua ideologi yang bertentangan.
3.
Ekonomi yang
menyangkut hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Pemerintah sehingga tidak
mengorbankan rakyat.
4.
Bersifat fleksibel
yang artinya mengikuti perkembangan Zaman
Kekurangan :
Dapat Menimbulkan tafsir yang berbeda – beda
Perbandingan :
Ideologi Aspek
|
Ideologi Pancasila
|
Ideologi AS
|
Ideologi Korea Utara
|
Politik – Hukum
|
Demokrasi Pancasila, sistem
bebas aktif
|
Demokrasi liberal
|
Demokrasi Kerakkyatan, hak
individu terbatas, besarnya dominasi pemerintah terhadap rakyat
|
Ekonomi
|
Pemerintah ada tidak untuk
memonopoli tapi masuk ke sector-sektor rakyat demi kesejahteraan masyarakat
|
Ekonomi dikuasai
individu/swasta, kapitalis
|
Monopoli, sistem sama rata
|
Agama
|
Wajib beragama dan bebas
memiliih agamanya masing-masing
|
Bebas beragama maupun tidak
beragama
|
Menganggap agama adalah candu
|
Pandangan Terhadap Individu
Masyarakat
|
Individu & masyarakat
diakui, hubungan individu dan masyarakat dilandasi 3S, individu memiliki arti
hidup di tengah masyarakat
|
Individu penting daripada
masyarakat, masyarakat diabdikan bagi individu
|
Individu & masyarakat tidak
penting, kolektivitas yang dibentuk Negara lebih penting
|
Ciri Khas
|
Keselarasan, keseimbangan dan
keserasian dalam setiap aspek kehidupan
|
Penghargaan atas HAM, Negara
hukum, menolak dogmatis, reaksi terhadap absolutisme
|
Demokrasi kerakyatan
|
3.
A.
Apa yang anda ketahui tentang pancasila sebagai ideologi terbuka? Apa
perbedaannya dengan ideologi tertutup?
Pancasila
sebagai ideologi terbuka
adalah merupakan ideologi yang mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan
zaman tanpa mengubah nilai dasarnya. Ini bukan berarti bahwa nilai dasar
Pancasila dapat diubah atau diganti dengan nilai dasar yang lain yang sama
artinya meniadakan identitas/jati diri bangsa Indonesia. Pancasila sebagai ideologi
terbuka mengandung makna bahwa nilai-nilai dasar Pancasila itu dapat
dikembangkan sesuai dengan dinamika kehidupan bangsa Indonesia dan tuntutan
perkembangan zaman secara kreatif dengan memerhatikan tingkat kebtuhan dan
perkembangan masyarakat Indonesia sendiri.
Ideologi
tertutup adalah ideologi
yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.
B. Kemukakan sejumlah faktor
penyebab melemahnya pengamalan nilai-nilai Pancasila khususnya di kalangan
generasi muda, dewasa ini dan bagaimana cara mengantisipasinya?
Faktor penyebabnya :
Pertama, longgarnya pegangan terhadap agama
.
Kedua,
kurang efektifnya pembinaan moral yang dilakukan oleh rumahtangga, sekolah
maupun masyarakat.
Ketiga,
dasarnya harus budaya materialistis, hedonistis dan sekularistis.
Cara antisipasi :
1.
Melalui dunia pendidikan, dengan menambahkan mata pelajaran
khusus pancasila pada setiap satuan pendidikan bahkan sampai ke perguruan
tinggi
2.
Lebih memasyarakatkan pancasila.
3.
Menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari
4.
Memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang melakukan pelanggaran
terhadap pancasila.
5.
Menolak dengan tegas faham-faham yang bertentangan dengan
pancasila.
4. Negara Indonesia menganut sistem
pemerintahan demokrasi Pancasila yang akan menuju sebuah masyarakat madani.
A. Kemukakan pengertian dari konsep demokrasi
menurut pendapat anda dan seorang ahli.
Pendapat saya:
Demokrasi
adalah suara rakyat!
Pendapat ahli:
Abraham
Lincoln, “the government from the people,
by the people, and for the people” (suatu pemerintahan dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat).
B. Kemukakan apa yang anda
ketahui tentang masyarakat madani, dan karkateristik masayarakat madani yang
dicita-citakan bangsa Indonesia.
Masyarakat madani adalah sebuah tatanan masyarakat sipil yang mandiri dan
demokratis. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, masyarakat madani
adalah masyarakat yang menjunjung tinggi norma, nilai-nilai, dan hukum yang
ditopang oleh penguasaan teknologi yang beradab, iman dan ilmu.
Karakteristik masyarakat madani yang
dicita-citakan bangsa Indonesia:
Prof. Dr. M. A.S.
Hikan menjelaskan
ciri-ciri pokok masyarakat madani di Indonesia antara lain :
a. Kesukarelaan
b. Keswasembadaan
c. Kemandirian
yang tinggi terhadap negara.
d. Keterkaitan
pada nilai-nilai hukum yang disepakati bersama
5. Bagaimana mewaspadai semangat
otonomi daerah yang menjurus pada semangat pembentukan daerah berdasarkan
etnik/subkultur tertentu sehingga akan melemahkan persatuan dan kesatuan
Indonesia!
Jawab:
Hal-hal yang positif yang telah
dicapai melalui asas otonomi daerah perlu dipertahankan dan ditingkatkan.
Hal-hal yang negatif perlu diidentifikasikan lebih cermat untuk dihilangkan.
Pada dasarnya capaian-capaian itu perlu dicermati dengan kaidah-kaidah yang
bersumber dari nilai dasar Pancasila yang terkandung dalam UUD 1945.
Ketentuan Pasal 2 ayat (3) yang
menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum perlu nyata menjadi pegangan
dalam menyusun ketentuan peraturan perundangan yang menyangkut pemerintahan
daerah. Pasal 1 ayat (3) itu mengandung arti antara lain bahwa UUD 45 adalah
hukum tertinggi yang harus dijadikan acuan dan ditaati oleh setiap peraturan
perundangan, termasuk peraturan daerah.
Pasal 18 UUD 45, khususnya ayat (6)
yang berbunyi : “Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan
peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”,
hendaknya tidak ditafsirkan terlepas dari ketentuan Psal 1 ayat (3) UUD 45
tersebut dan segala ketentuan yang diatur di dalam Pasal 18, 18A, dan 18B,
bahkan dengan seluruh isi UUD 45.
Oleh karena itu segala peraturan
perundangan dan kebijakan yang :
-
menyebabkan terganggunya keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia,
-
melemahkan persatuan dan kesatuan bangsa,
-
merusak kerukunan dan toleransi agama, adat-istiadat dan budaya,
-
mengganggu kesatuan ekonomi nasional,
-
tidak menghargai kekhasan dan keragaman daerah,
harus dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Selanjutnya diperlukan mekanisme
supaya semua peraturan perundangan dan kebijakan dapat terbentuk sesuai dengan
prinsip negara hukum, yaitu semua peraturan perundangan harus sesuai dan tidak
menyimpang dengan UUD 45. Untuk itu UU no. 10 tahun 2004 tentang tata Cara
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan UU no 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah perlu disempurnakan.
Revisi terhadap UU no 10/2004
diperlukan agar tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan dapat
mencegah terbentuknya peraturan yang tidak sesuai dengan UUD 45. Selain itu
agar terdapat ketentuan yang efektif untuk membatalkan peraturan perundangan
yang menyimpang yang ada dan pernah terbentuk.
Revisi terhadap UU no. 32/2004
diperlukan agar terpelihara keutuhan “line of command and coordination” didalam penyelenggaraan pemerintahan
Pusat dan daerah secara vertikal dan horisontal.
Perlu juga dinyatakan bahwa dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan di daerah mengikuti proses dan
ketentuan undang-undang yang khusus (lex specialis) mengatur
tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan.
Disamping itu perlu selalu diusahakan
kerjasama lintas keragaman kita, lintas agama, suku, dan sebagainya, untuk
mengatasi masalah kemanusiaan bersama, kemiskinan, ketidak-adilan,
keterbelakangan, diskriminasi, dan sebagainya, karena kebersamaan seperti ini
akan merupakan rajutan yang kuat mempersatukan bangsa yang amat majemuk ini.
6.
Analisis
oleh anda, factor penyebab dan solusi serta bagaimana perkembangan KPK saat ini
dalam mengatasi permasalahan korupsi di Indonesia!
Faktor penyebab permasalahan
korupsi di Indonesia:
Secara
rinci beberapa faktor yang menyebabkan berkembangnya korupsi di Indonesia
yaitu:
·
Korupsi sudah terjadi sejak jaman
dahulu (sejak
awal mula berdirinya bangsa Indonesia tahun 1945an) dan sepertinya sudah
menjadi tradisi di negara Indonesia ini. Memang pada masa itu tak terdengar ada
orang yang terseret ke pengadilan karena kasus korupsi. Namun, dalam
roman-roman Pramoedya Ananta Toer (Di Tepi Kali Bekasi) dan Mochtar Lubis (Maut
dan Cinta) tertulis sesuai dengan fenomena yang ia ketahui di lingkungan
sekitar terdapat orang-orang yang mengambil keuntungan dari kekayaan negara
untuk dirinya sendiri ketika yang lain berjuang mempertaruhkan jiwa dan raga
untuk merebut kemerdekaan bangsa Indonesia. Setelah tahun 1950an Pramoedya
Ananta Toer kembali menulis roman yang berjudul “Korupsi” yang mengisahkan
pegawai negeri yang melakukan korupsi secara kecil-kecilan. Kemudian di
sebutkan Mr. M... seorang pegawai negeri yang diseret ke pengadilan dan
dijatuhi hukuman karena kasus korupsi.
·
Korupsi berjalan sebagai suatu
sistem yang dikerjakan secara berjama’ah dan sangat rapi. Sejak jaman pemerintahan
Soeharto, korupsi kian marak dilakukan secara berjama’ah, saling mendukung dan
saling menutupi satu sama lain dalam suatu sitem yang rapi dan saling
bekerjasama, sehingga kasus korupsi sulit sekali terbongkar dan diselidiki.
Akibatnya dalam menangani kasus ini sangat rumit dan susah terungkap, hal
tersebut dikarenakan para pelaku korupsi merupakan orang-orang yang memiliki
intelegensi tinggi (orang-orang pintar) yang bisa memutar balikkan fakta serta
menutup rapat tindakan yang mereka lakukan.
·
Konsentrasi kekuasan, pada pengambil keputusan yang
tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di
rezim-rezim yang bukan demokratik dan juga kurangnya transparansi dalam
pengambilan keputusan pemerintah yang biasanya dengan kebijakan tersebut
memungkikan para penguasa mudah dalam melakukan tndakan korupsi dan menutupi
kesalahannya.
·
Kampanye-kampanye politik yang
mahal, dengan
pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal. Kampanye yang
begitu mahal dalam mencalonkan diri menjadi kepala-kepala pemerintahan baik pada
tingkat pusat maupun daerah merupakan salah satu faktor penyebab maraknya kasus
korupsi di Indonesia. Hal ini terjadi karena mereka ingin mengembalikan modal
dari uang yang telah mereka kaluarkan untuk mencalonkan diri dan mengikuti
kampanya. Selain mengembalikan modal tentunya mereka juga berharap mendapatkan
keuntungan yang lebih dari modal yang telah mereka keluarkan.
·
Proyek yang melibatkan uang
rakyat dalam jumlah besar.
Sekarang ini banyak sekali proyek-proyek pembangunan baik infrastuktur maupun
sumber daya manusia yang menggunakan uang rakyat tidak sebagaimana mestinya.
Hal ini dapat diketahui misalnya dalam hal pembangunan SDM pada acara
seminar/workshop-workshop yang mengeluarkan biaya tidak sedikit. Mereka
biasanya melakukan workshop di hotel berbintang, ditempat yang relatif jauh dan
dengan alasan refreshing sehingga menguras dana rakyat sangat besar, padahal
kebanyakan mereka disana tidak fokus untuk mengikuti workshop dalam rangka
meningkatkan pengetahuan mereka, melainkan mereka banyak menghabiskan banyak
waktu untuk berjalan-jalan, shoping, dan sebagainya. Kemudian pembangunan
infrastruktur yang tidak semestinya seperti pembangunan toilet DPR yang
menghabiskan uang puluhan juta rupiah.
·
Lingkungan tertutup yang
mementingkan diri sendiri dan jaringan “teman lama”. Lingkungan yang tertutup sangat
memungkinkan terjadinya kasus korupsi karena mereka akan dapat dengan mudah
melakukan tindakan korupsi secara berjama’ah dalam lingkungannya sehingga orang
lain yang berada diluar jaringan sulit untuk mengontrol dan mengetahui
tindakan-tindakan yang mereka lakukan termasuk tindakan korupsi.
·
Lemahnya ketertiban hukum. Ketertiban hukun di Indonesia
ini dapat diibaratkan seperti pisau. Ia akan sangat tegas menghukum masyarakat
bawah ketika melakukan tindakan kejahatan seperti mencuri sandal jepit, mencuri
ayam, dsb. Namun untuk kelas atas yang mencuri uang rakyat sampai puluhan
bahkan ratusan juta rupiah hukum sulit sekali ditindak, sepertinya kasusnya
sangat berbelt-belit dan sulit sekali diungkap. Selain itu banyak kasus
pejabat-pejabat negara yang terlibat kasus korupsi mendapat perlakuan khusus
ketika di dalam penjara, seperti pemberian fasilitas yang mewah, dapat menyogok
aparat penegak hukum agar bisa jalan-jalan keluar tahanan bahkan sampai keluar
negeri.
·
Lemahnya profesi hukum. Prosesi hukum yang sangat
berbelit belit dan sulit sekali untuk mengungkap kasus korupsi merupakan salah
satu penyebab para aparat negara untuk melakukan korupsi. Mereka tidak takut
terlibat kasus korupsi karena mereka beranggapan bahwa kasus yang akan mereka
lakukan bakal sulit terungkap atau bahkan tidak terungkap. Selain itu aparat
penegak hukum dalam melakukan tugasnya masih dapat disogok dengan sejumlah uang
agar menutupi kasusnya dan membenarkan pihak terdakwa kasus korupsi.
·
Rakyat mudah dibohongi oleh para
pejabat, seperti
halnya pada saat pencalonan seorang pejabat, baik itu presiden, DPR, bupati,
dll. Mereka akan mau memilih calon tersebut apabila mereka diberi imbalan uang
(money politic).
·
Ketidak adaannya kontrol yang cukup
untuk mencegah penyuapan atau “sumbangan kampanye”. Pihak kontrol di Indonesia ini
sangatlah lemah, bahkan pihak kontrol sendiri banyak yang terlibat kasus suap
sehinga mereka dapat dengan mudah membiarkan kasus-kasus kampanye dengan uang.
Dan bisa dibilang mereka membiarkn kasus suap karena mereka sendiri telah
disuap.
·
Kurangnya keimanan dan ketakwaan
para pemimpin dan birokrat negara kepada Tuhan YME. Lemahnya tingkat keimanan dan
ketakwaan kepada Tuhan YME merupakan salah satu faktor utama maraknya kasus
korupsi di negeri ini. Mereka tidak takut terhadap dosa dari perilaku yang
telah mereka lakukan, jika mereka takut terhadap dosa dan ancaman yang
diberikan akibat perbuatan mereka pasti para pemimpin dan borokrat negara ini
tidak akan melakukan perbuatan korupsi walaupun tidak ada pengawasan. Sebab
mereka dengan sendirinya akan merasa diawasi oleh Tuhan YHE dan takut terhdap
ancaman dosa yang dapat menyeret mereka dalam lembah kesengsaraan yaitu neraka.
Solusi:
Beberapa
cara yang dapat ditempuh untuk mengatasi masalah kurupsi di Indonesia yaitu:
·
Adanya kesadaran rakyat untuk
ikut memikul tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol
sosial, dengan tidak bersifat acuh tak acuh. Kesadaran rakyat dalam memilih pemimpin sesuai
dengan hati nurani yang dianggap paling baik dan tidak menerima suap merupakan
salah satu langkah untuk menghindari adanya kasus korupsi.
·
Menanamkan aspirasi nasional yang
positif, yaitu
mengutamakan kepentingan nasional. Penanaman nasionalisme sejak dini pada
generasi penerus bangsa juga sangat diperlukan agar mereka mencintai bangsa dan
negara indonesia diatas kepentingannya sendiri sehingga kelak jika menjadi
pemimpin ia akan menjadi sesosok pemimpin yang memikirkan bangsa Indonesia
diatas kepentingan pribadinya.
·
Para pemimpin dan pejabat
memberikan teladan, memberantas dan menindak korupsi. Para pemimpin saat ini haruslah
menjadi teladan yang baik bagi generasi penerus bangsa, yaitu sesosok pemimpin
yang jujur, adil, dan anti korupsi, serta berupaya keras dalam membongkar dan
memberikan sanksi yang tegas kepada para pelaku korupsi, bukan malah
sebaliknya.
·
Adanya sanksi dan kekuatan untuk
menindak, memberantas dan menghukum tindak korupsi. Sanksi yang tegas dan tidak
memihak memang sangat diperlukan dalam menangani kasus korupsi di Indonesia.
Para pelaku korupsi harus dijatuhi hukuman setimpal yang dirasa dapat
memberikan efek jera dan takut baik bagi pelaku maupun orang lain yang akan melakukan
tindakan korupsi.
·
Reorganisasi dan rasionalisasi
dari organisasi pemerintah,
melalui penyederhanaan jumlah departemen, beserta jawatan dibawahnya. Hal ini
dilakukan untuk mengurangi penggunaan dana rakyat yang seharusnya dapat
digunakan seefisien mingkin. Serta untuk membentuk sistem baru yang
terorganisir dengan adil dan jauh dari korupsi.
·
Adanya sistem penerimaan pegawai
yang berdasarkan “achievement” dan bukan berdasarkan sistem “ascription”.
·
Penetapan sistem penggajian yang
layak. Aparat
pemerintah harus bekerja dengan sebaik-baiknya. Itu sulit berjalan dengan baik,
bila gaji mereka tidak mencukupi. Para birokrat tetaplah manusia biasa yang
mempunyai kebutuhan hidup serta kewajiban untuk mencukup nafkah keluarganya.
Maka, agar bisa bekerja dengan tenang dan tidak mudah tergoda berbuat curang,
kepada mereka harus diberikan gaji dan tunjangan hidup lain yang layak. Karena
itu, harus ada upaya pengkajian menyeluruh terhadap sistem penggajian dan
tunjangan di negeri ini. Memang, gaji besar tidak menjamin seseorang tidak
korupsi, tapi setidaknya persoalan rendahnya gaji tidak lagi bisa menjadi
pemicu korupsi.
·
Sistem budget dikelola oleh
pejabat-pejabat yang mempunyai tanggung jawab etis tinggi, dibarengi sistem
kontrol yang efisien.
·
Perhitungan kekayaan. Orang yang
melakukan korupsi, tentu jumlah kekayaannya akan bertambah dengan cepat. Meski
tidak selalu orang yang cepat kaya pasti karena telah melakukan korupsi. Bisa
saja ia mendapatkan semua kekayaannya itu dari warisan, keberhasilan bisnis
atau cara lain yang halal. Tapi perhitungan kekayaan dan pembuktian terbalik
sebagaimana telah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab menjadi cara yang
tepat untuk mencegah korupsi. Semasa menjadi Khalifah, Umar menghitung kekayaan
para pejabat di awal dan di akhir jabatannya. Bila terdapat kenaikan yang tidak
wajar, yang bersangkutan diminta membuktikan bahwa kekayaan yang dimilikinya
itu didapat dengan cara yang halal. Cara inilah yang sekarang dikenal dengan
istilah pembuktian terbalik yang sebenarnya sangat efektif mencegah aparat
berbuat curang. Tapi anehnya cara ini justru ditentang oleh para anggota DPR
untuk dimasukkan dalam perundang-undangan.
·
Larangan menerima suap dan hadiah. Hadiah dan suap yang
diberikan seseorang kepada aparat pemerintah pasti mengandung maksud tertentu,
karena untuk apa memberi sesuatu bila tanpa maksud, yakni bagaimana agar aparat
itu bertindak sesuai dengan harapan pemberi hadiah. Saat Abdullah bin Rawahah
tengah menjalankan tugas dari Nabi untuk membagi dua hasil bumi Khaybar –
separo untuk kaum Muslim dan sisanya untuk orang Yahudi – datang orang Yahudi
kepadanya memberikan suap berupa perhiasan agar mau memberikan lebih dari
separo untuk orang Yahudi. Tawaran ini ditolak keras oleh Abdullah bin Rawahah.
Tentang suap Rasulullah berkata, “Laknat Allah terhadap penyuap dan penerima
suap” (HR. Abu Dawud). Tentang hadiah kepada aparat pemerintah, Rasul
berkata, “Hadiah yang diberikan kepada para penguasa adalah suht (haram) dan
suap yang diterima hakim adalah kufur” (HR. Imam Ahmad). Suap
dan hadiah akan berpengaruh buruk pada mental aparat pemerintah. Aparat bekerja
tidak sebagaimana mestinya sampai dia menerima suap atau hadiah. Di bidang
peradilan, hukum pun ditegakkan secara tidak adil atau cenderung memenangkan
pihak yang mampu memberikan hadiah atau suap.
·
Pengawasan masyarakat. Masyarakat
dapat berperan menyuburkan atau menghilangkan korupsi. Masyarakat yang bermental instan akan cenderung
menempuh jalan pintas dalam berurusan dengan aparat dengan tak segan memberi
suap dan hadiah. Sementara masyarakat yang mulia akan turut mengawasi jalannya
pemerintahan dan menolak aparat yang mengajaknya berbuat menyimpang. Dengan
pengawasan masyarakat, korupsi menjadi sangat sulit dilakukan. Bila ditambah
dengan teladan pemimpin, hukuman yang setimpal, larangan pemberian suap dan
hadiah, pembuktian terbalik dan gaji yang mencukupi, insya Allah korupsi dapat
diatasi dengan tuntas.
·
Pentingnya ajaran agama
Kasus
korupsi seperti ini sebenarnya tidak akan terjadi apabila semua pemimpin atau
birokrasi pemerintahan mempunyai landasan agama yang kuat. Dalam semua ajaran
agama pastinya melarang perbuatan korupsi. Korupsi sama saja dengan mencuri,
mencuri uang rankyat dan menyengsarakan mereka. Hal tersebut merupakan
perbuatan dosa yang dapat membawa kita kelembah kesengsaraan yaitu neraka.
Darah dan tubuh dari pelaku korupsi beserta anggota keluarga yang menikmati
harta hasil korupsi tersebut telah tercemari oleh makanan haram hasil korupsi
yang tidak akan berkah dalam menjalani kehidupan sehari-harinya. Jika seseorang
memiliki landasan agama yang kuat, mereka pasti tahu dan akan takut melakukan
perbuatan korupsi sehingga secara otomatis mereka akan menjahui perilaku ini
dengan sendirinya tanpa perlu adanya paksaan dan pengawasan khusus, sebab
mereka telah merasa diawasi oleh Tuhan YMK. Maka dari itu pendidikan agama dan
penanaman Iman dan Takwa sangat diperlukan guna mengurangi atau bahkan
menghilangkan terjadinya kasus korupsi yang sekarang ini kian merajalela di
Indonesia.
·
Pentingnya peran pendidikan
Terlepas
dari masalah korupsi itu sebagai budaya atau bukan yang jelas peran pendidikan
akan dapat membantu meningkatkan ketahanan masyarakat dalam menghadapi dan
memberantas korupsi Pendidikan merupakan instrumen penting dalam pembangunan
bangsa baik sebagai pengembang dan peningkat produktivitas nasional maupun
sebagai pembentuk karakter bangsa.. Buruknya manusia dapat ditranformasikan ke
dalam hal yang positif melalui pendidikan, karena pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
Pendidikan
merupakan upaya normatif yang mengacu pada nilai-nilai mulia yang menjadi
bagian dari kehidupan bangsa, yang dengannya nilai tersebut dapat dilanjutkan
melalui peran transfer pendidikan baik aspek kognitif, sikap maupun
ketrampilan. Pendidikan membimbing manusia menjadi manusia manusiawi yang makin
dewasa secara intelektual, moral dan sosial, dalam konteks ini pendidikan
merupakan pemelihara budaya. Namun demikian dalam konteks perubahan yang cepat
dewasa ini pendidikan tidak cukup berperan seperti itu namun juga harus mampu
melakukan transformasi nilai dalam tataran instrumental sesuai dengan tuntutan
perubahan dengan tetap menjadikan nilai dasar sebagai fondasi.
·
Kita sebagai mahasiswa (tidak semua orang bisa menuntut
ilmu di perguruan tinggi) harus bersyukur dan bersungguh-sungguh dalam menuntut
ilmu kita, karena ditangan kitalah nasib negara ini mau dibawa ke arah mana,
apakah menjadi negara yang menempati pringkat tertinggi di dunia dalam prestasi
atau malah menjadikan negara ini lebih korup dari yang sekarang ini.
Perkembangan KPK dalam
mengatasinya:
Orde Lama
Kabinet
Djuanda
Di masa Orde Lama, tercatat dua kali
dibentuk badan pemberantasan korupsi. Yang pertama, dengan perangkat aturan Undang-Undang Keadaan Bahaya, lembaga ini disebut Panitia Retooling Aparatur Negara (Paran). Badan ini dipimpin
oleh A.H. Nasution dan dibantu oleh dua orang anggota,
yakni Profesor M. Yamin dan Roeslan Abdulgani. Kepada Paran inilah semua pejabat harus
menyampaikan data mengenai pejabat tersebut dalam bentuk isian formulir yang
disediakan. Mudah ditebak, model perlawanan para pejabat yang korup pada saat
itu adalah bereaksi keras dengan dalih yuridis bahwa dengan doktrin
pertanggungjawaban secara langsung kepada Presiden, formulir itu tidak
diserahkan kepada Paran, tapi langsung kepada Presiden. Diimbuhi dengan
kekacauan politik, Paran berakhir tragis, deadlock,
dan akhirnya menyerahkan kembali pelaksanaan tugasnya kepada Kabinet Djuanda.
Operasi Budhi
Pada 1963, melalui Keputusan Presiden No. 275 Tahun 1963, pemerintah
menunjuk lagi A.H. Nasution, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Pertahanan dan
Keamanan/Kasab,
dibantu oleh Wiryono Prodjodikusumo dengan lembaga baru yang lebih
dikenal dengan Operasi Budhi.
Kali ini dengan tugas yang lebih berat, yakni menyeret pelaku korupsi ke
pengadilan dengan sasaran utama perusahaan-perusahaan negara serta
lembaga-lembaga negara lainnya yang dianggap rawan praktek korupsi dan kolusi.
Lagi-lagi alasan politis menyebabkan
kemandekan, seperti Direktur Utama Pertamina yang tugas ke luar negeri dan direksi
lainnya menolak karena belum ada surat tugas dari atasan, menjadi penghalang
efektivitas lembaga ini. Operasi ini juga berakhir, meski berhasil
menyelamatkan keuangan negara kurang-lebih Rp 11 miliar. Operasi Budhi ini
dihentikan dengan pengumuman pembubarannya oleh Soebandrio kemudian diganti menjadi Komando Tertinggi Retooling Aparat
Revolusi (Kontrar)
dengan Presiden Soekarno menjadi ketuanya serta dibantu olehSoebandrio dan Letjen Ahmad Yani. Bohari pada tahun 2001 mencatatkan bahwa seiring dengan
lahirnya lembaga ini, pemberantasan korupsi pada masa Orde Lama pun kembali masuk ke jalur lambat,
bahkan macet.
Orde Baru
Pada masa awal Orde Baru, melalui
pidato kenegaraan pada 16 Agustus 1967, Soeharto terang-terangan mengkritik Orde Lama, yang tidak mampu memberantas
korupsi dalam hubungan dengan demokrasi yang terpusat ke istana. Pidato itu
seakan memberi harapan besar seiring dengan dibentuknya Tim Pemberantasan Korupsi (TPK), yang diketuai Jaksa Agung. Namun, ternyata ketidakseriusan TPK mulai dipertanyakan dan
berujung pada kebijakan Soeharto untuk menunjuk Komite Empat beranggotakan tokoh-tokoh tua yang
dianggap bersih dan berwibawa, seperti Prof Johannes, I.J. Kasimo, Mr Wilopo, dan A. Tjokroaminoto, dengan tugas utama membersihkan Departemen Agama, Bulog, CV Waringin, PT Mantrust, Telkom, Pertamina, dan lain-lain.
Empat tokoh bersih ini jadi tanpa
taji ketika hasil temuan atas kasus korupsi di Pertamina, misalnya, sama sekali tidak
digubris oleh pemerintah. Lemahnya posisi komite ini pun menjadi alasan utama.
Kemudian, ketika Laksamana Sudomo diangkat sebagai Pangkopkamtib, dibentuklah Operasi Tertib (Opstib) dengan tugas antara lain
juga memberantas korupsi. Perselisihan pendapat mengenai metode pemberantasan
korupsi yang bottom up atau top
down di kalangan pemberantas
korupsi itu sendiri cenderung semakin melemahkan pemberantasan korupsi,
sehingga Opstib pun hilang seiring dengan makin menguatnya kedudukan para
koruptor di singgasana Orde Baru.
Era Reformasi
Di era reformasi, usaha pemberantasan
korupsi dimulai oleh B.J. Habibie dengan mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun
1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi,
dan Nepotisme berikut pembentukan berbagai komisi atau badan baru, seperti Komisi Pengawas Kekayaan Pejabat
Negara (KPKPN), KPPU, atau Lembaga Ombudsman. Presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid, membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi (TGPTPK) melalui Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2000. Namun, di tengah semangat menggebu-gebu untuk memberantas
korupsi dari anggota tim ini, melalui suatu judicial
review Mahkamah Agung, TGPTPK akhirnya dibubarkan dengan logika membenturkannya ke
UU Nomor 31 Tahun 1999. Nasib serupa tapi tak sama dialami oleh KPKPN, dengan
dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi, tugas KPKPN melebur masuk ke dalam
KPK, sehingga KPKPN sendiri hilang dan menguap. Artinya, KPK-lah lembaga
pemberantasan korupsi terbaru yang masih eksis.
NICE :)
BalasHapusThanks teteh atas jawabannya, sangat membantu untuk UAS tahun ini. Salam kenal juga teh, Bill Chairy, MAT B UPI 2014
BalasHapus