INTAN CAHYANINGRUM - MAHASISWI PENDIDIKAN MATEMATIKA UPI2011 - @intancynm

Minggu, 04 November 2012

Soal-soal Mata kuliah PKn



1.     1.  Apa yang anda ketahui tentang landasan dasar PKn, tujuan dan pengertiannya?
Landasan Dasar PKn :
Pelaksanaan pendidikan kewarganegaraan memiliki 2 (dua) dasar sebagai landasannya, landasan yang dimaksud adalah landasan hukum dan ideal.
a.       Landasan hukum
1)      Undang-Undang Dasar 1945
Pembukaan UUD 1945
Pasal 27 (3) (II)
2)      Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982
Pasal 18, Pasal 19 ayat (2)
3)      Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
4)      Surat Keputusan Dirjen Dikti Nomor 43 Tahun 2006
b.      Landasan ideal
Landasan ideal Pendidikan Kewarganegaraan yang sekaligus menjadi jiwa dikembangkannya Kewarganegaraan adalah Pancasila. Pancasila sebagai sistem filsafat menjiwai semua konsep ajaran Kewarganegaraan dan juga menjiwai konsep ketatanegaraan Indonesia.


Tujuan                        :
Berdasarkan visi dan misi yang terdapat dalam Kep. Dirjen DIKTI No. 43/DIKTI/Kep/2006 Pasal 1 dan 2, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah agar mahasiswa:
1)      Memantapkan kepribadiannya sebagai manusia seutuhnya.
2)      Mampu mewujudkan nilai-nilai dasar keagamaan, dan kebudayaan.
3)      Menguasai, menerapkan dan IPTEK dan seni yang dimilikinya dengan rasa tanggung jawab.
4)      Memiliki kepribadian yang mantap.
5)      Berpikir kritis.
6)      Bersikap rasional, etis, estetis dan dinamis.
7)      Berpandangan luas.
8)      Bersikap demokratis dan berkeadaban.
9)      Menjadi ilmuan yang professional yang memiliki rasa kebanggaan dan cinta tanah air.
10)  Menjadi warga Negara yang memiliki daya saing.
11)  Berdisiplin dan berpartisipasi aktif dalam membangun kehidupan yang damai berdasarkan sistem nilai Pancasila.
12)  Memahami dan melaksanakan hak dan kewajiban secara santun, jujur, dan demokratis serta ikhlas sebagai warga Negara terdidik dalam kehidupan bernegara yang bertanggung jawab.
13)  Mahasiswa mampu memupuk sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai kejujuran serta patriotisme.

Pengertian                  :
Cogan (1999:4) mengartikan civic education sebagai “…the foundational course work in school designed to prepare young citizens  for an active role in their communities in their adult lives.” Yaitu suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan warganegara muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam amsyarakatnya.

2.      Apa yang dapat anda banggakan dari ideologi pancasila? Apa kelebihan dan kekurangannya? Bandingkan dengan kelebihan dan kekuarangan dari ideologi Amerika Serikat dan Korea Utara!
Jawab:
Kebanggaan        :
Pancasila itu identik dengan Indonesia. Tidak ada di negara manapun selain di Indonesia yang menggunakan ideologi Pancasila.
Kelebihan            :
1.            Mencakup nilai – nilai positif yang diambil dari berbagai ideologi
2.            Menutup kelemahan dari kedua ideologi yang bertentangan.
3.            Ekonomi yang menyangkut hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Pemerintah sehingga tidak mengorbankan rakyat.
4.           Bersifat fleksibel yang artinya mengikuti perkembangan Zaman
Kekurangan        :
Dapat Menimbulkan tafsir yang berbeda – beda
Perbandingan      :
Ideologi Aspek
Ideologi Pancasila
Ideologi AS
Ideologi Korea Utara
Politik – Hukum
Demokrasi Pancasila, sistem bebas aktif
Demokrasi liberal
Demokrasi Kerakkyatan, hak individu terbatas, besarnya dominasi pemerintah terhadap rakyat
Ekonomi
Pemerintah ada tidak untuk memonopoli tapi masuk ke sector-sektor rakyat demi kesejahteraan masyarakat
Ekonomi dikuasai individu/swasta, kapitalis
Monopoli, sistem sama rata
Agama
Wajib beragama dan bebas memiliih agamanya masing-masing
Bebas beragama maupun tidak beragama
Menganggap agama adalah candu
Pandangan Terhadap Individu Masyarakat
Individu & masyarakat diakui, hubungan individu dan masyarakat dilandasi 3S, individu memiliki arti hidup di tengah masyarakat
Individu penting daripada masyarakat, masyarakat diabdikan bagi individu
Individu & masyarakat tidak penting, kolektivitas yang dibentuk Negara lebih penting
Ciri Khas
Keselarasan, keseimbangan dan keserasian dalam setiap aspek kehidupan
Penghargaan atas HAM, Negara hukum, menolak dogmatis, reaksi terhadap absolutisme
Demokrasi kerakyatan


3.      A. Apa yang anda ketahui tentang pancasila sebagai ideologi terbuka? Apa perbedaannya    dengan ideologi tertutup?
Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah merupakan ideologi yang mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman tanpa mengubah nilai dasarnya. Ini bukan berarti bahwa nilai dasar Pancasila dapat diubah atau diganti dengan nilai dasar yang lain yang sama artinya meniadakan identitas/jati diri bangsa Indonesia. Pancasila sebagai ideologi terbuka mengandung makna bahwa nilai-nilai dasar Pancasila itu dapat dikembangkan sesuai dengan dinamika kehidupan bangsa Indonesia dan tuntutan perkembangan zaman secara kreatif dengan memerhatikan tingkat kebtuhan dan perkembangan masyarakat Indonesia sendiri.
Ideologi tertutup adalah ideologi yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.

B. Kemukakan sejumlah faktor penyebab melemahnya pengamalan nilai-nilai Pancasila khususnya di kalangan generasi muda, dewasa ini dan bagaimana cara mengantisipasinya?
      Faktor penyebabnya        :
      Pertama, longgarnya pegangan terhadap agama .
      Kedua, kurang efektifnya pembinaan moral yang dilakukan oleh rumahtangga, sekolah maupun masyarakat.
      Ketiga, dasarnya harus budaya materialistis, hedonistis dan sekularistis.
Cara antisipasi                 :
1.      Melalui dunia pendidikan, dengan menambahkan mata pelajaran khusus pancasila pada setiap satuan pendidikan bahkan sampai ke perguruan tinggi
2.      Lebih memasyarakatkan pancasila.
3.      Menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari
4.      Memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang melakukan pelanggaran terhadap pancasila.
5.      Menolak dengan tegas faham-faham yang bertentangan dengan pancasila.

4.      Negara Indonesia menganut sistem pemerintahan demokrasi Pancasila yang akan menuju sebuah masyarakat madani.
A.   Kemukakan pengertian dari konsep demokrasi menurut pendapat anda dan seorang ahli.
      Pendapat saya:
      Demokrasi adalah suara rakyat!
      Pendapat ahli:
      Abraham Lincoln, “the government from the people, by the people, and for the people” (suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat).

B. Kemukakan apa yang anda ketahui tentang masyarakat madani, dan karkateristik masayarakat madani yang dicita-citakan bangsa Indonesia.
      Masyarakat madani adalah sebuah tatanan masyarakat sipil yang mandiri dan demokratis. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, masyarakat madani adalah masyarakat yang menjunjung tinggi norma, nilai-nilai, dan hukum yang ditopang oleh penguasaan teknologi yang beradab, iman dan ilmu.
      Karakteristik masyarakat madani yang dicita-citakan bangsa Indonesia:
Prof. Dr. M. A.S. Hikan menjelaskan ciri-ciri pokok masyarakat madani di Indonesia antara lain :
a.       Kesukarelaan
b.      Keswasembadaan
c.       Kemandirian yang tinggi terhadap negara.
d.      Keterkaitan pada nilai-nilai hukum yang disepakati bersama

5.      Bagaimana mewaspadai semangat otonomi daerah yang menjurus pada semangat pembentukan daerah berdasarkan etnik/subkultur tertentu sehingga akan melemahkan persatuan dan kesatuan Indonesia!
Jawab:
Hal-hal yang positif yang telah dicapai melalui asas otonomi daerah perlu dipertahankan dan ditingkatkan. Hal-hal yang negatif perlu diidentifikasikan lebih cermat untuk dihilangkan. Pada dasarnya capaian-capaian itu perlu dicermati dengan kaidah-kaidah yang bersumber dari nilai dasar Pancasila yang terkandung dalam UUD 1945.
Ketentuan Pasal 2 ayat (3) yang menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum perlu nyata menjadi pegangan dalam menyusun ketentuan peraturan perundangan yang menyangkut pemerintahan daerah. Pasal 1 ayat (3) itu mengandung arti antara lain bahwa UUD 45 adalah hukum tertinggi yang harus dijadikan acuan dan ditaati oleh setiap peraturan perundangan, termasuk peraturan daerah.
Pasal 18 UUD 45, khususnya ayat (6) yang berbunyi : “Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”, hendaknya tidak ditafsirkan terlepas dari ketentuan Psal 1 ayat (3) UUD 45 tersebut dan segala ketentuan yang diatur di dalam Pasal 18, 18A, dan 18B, bahkan dengan seluruh isi UUD 45.
Oleh karena itu segala peraturan perundangan dan kebijakan yang :
-          menyebabkan terganggunya keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia,
-          melemahkan persatuan dan kesatuan bangsa,
-          merusak kerukunan dan toleransi agama, adat-istiadat dan budaya,
-          mengganggu kesatuan ekonomi nasional,
-          tidak menghargai kekhasan dan keragaman daerah,
harus dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Selanjutnya diperlukan mekanisme supaya semua peraturan perundangan dan kebijakan dapat terbentuk sesuai dengan prinsip negara hukum, yaitu semua peraturan perundangan harus sesuai dan tidak menyimpang dengan UUD 45. Untuk itu UU no. 10 tahun 2004 tentang tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan UU no 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah perlu disempurnakan.
Revisi terhadap UU no 10/2004 diperlukan agar tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan dapat mencegah terbentuknya peraturan yang tidak sesuai dengan UUD 45. Selain itu agar terdapat ketentuan yang efektif untuk membatalkan peraturan perundangan yang menyimpang yang ada dan pernah terbentuk.
Revisi terhadap UU no. 32/2004 diperlukan agar terpelihara keutuhan “line of command and coordination” didalam penyelenggaraan pemerintahan Pusat dan daerah secara vertikal dan horisontal.
Perlu juga dinyatakan bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di daerah mengikuti proses dan ketentuan undang-undang yang khusus (lex specialis) mengatur tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan.
Disamping itu perlu selalu diusahakan kerjasama lintas keragaman kita, lintas agama, suku, dan sebagainya, untuk mengatasi masalah kemanusiaan bersama, kemiskinan, ketidak-adilan, keterbelakangan, diskriminasi, dan sebagainya, karena kebersamaan seperti ini akan merupakan rajutan yang kuat mempersatukan bangsa yang amat majemuk ini.

6.      Analisis oleh anda, factor penyebab dan solusi serta bagaimana perkembangan KPK saat ini dalam mengatasi permasalahan korupsi di Indonesia!
Faktor penyebab permasalahan korupsi di Indonesia:
Secara rinci beberapa faktor yang menyebabkan berkembangnya korupsi di Indonesia yaitu:
·         Korupsi sudah terjadi sejak jaman dahulu (sejak awal mula berdirinya bangsa Indonesia tahun 1945an) dan sepertinya sudah menjadi tradisi di negara Indonesia ini. Memang pada masa itu tak terdengar ada orang yang terseret ke pengadilan karena kasus korupsi. Namun, dalam roman-roman Pramoedya Ananta Toer (Di Tepi Kali Bekasi) dan Mochtar Lubis (Maut dan Cinta) tertulis sesuai dengan fenomena yang ia ketahui di lingkungan sekitar terdapat orang-orang yang mengambil keuntungan dari kekayaan negara untuk dirinya sendiri ketika yang lain berjuang mempertaruhkan jiwa dan raga untuk merebut kemerdekaan bangsa Indonesia. Setelah tahun 1950an Pramoedya Ananta Toer kembali menulis roman yang berjudul “Korupsi” yang mengisahkan pegawai negeri yang melakukan korupsi secara kecil-kecilan. Kemudian di sebutkan Mr. M... seorang pegawai negeri yang diseret ke pengadilan dan dijatuhi hukuman karena kasus korupsi.
·         Korupsi berjalan sebagai suatu sistem yang dikerjakan secara berjama’ah dan sangat rapi. Sejak jaman pemerintahan Soeharto, korupsi kian marak dilakukan secara berjama’ah, saling mendukung dan saling menutupi satu sama lain dalam suatu sitem yang rapi dan saling bekerjasama, sehingga kasus korupsi sulit sekali terbongkar dan diselidiki. Akibatnya dalam menangani kasus ini sangat rumit dan susah terungkap, hal tersebut dikarenakan para pelaku korupsi merupakan orang-orang yang memiliki intelegensi tinggi (orang-orang pintar) yang bisa memutar balikkan fakta serta menutup rapat tindakan yang mereka lakukan.
·         Konsentrasi kekuasan, pada pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik dan juga kurangnya transparansi dalam pengambilan keputusan pemerintah yang biasanya dengan kebijakan tersebut memungkikan para penguasa mudah dalam melakukan tndakan korupsi dan menutupi kesalahannya.
·         Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal. Kampanye yang begitu mahal dalam mencalonkan diri menjadi kepala-kepala pemerintahan baik pada tingkat pusat maupun daerah merupakan salah satu faktor penyebab maraknya kasus korupsi di Indonesia. Hal ini terjadi karena mereka ingin mengembalikan modal dari uang yang telah mereka kaluarkan untuk mencalonkan diri dan mengikuti kampanya. Selain mengembalikan modal tentunya mereka juga berharap mendapatkan keuntungan yang lebih dari modal yang telah mereka keluarkan.
·         Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar. Sekarang ini banyak sekali proyek-proyek pembangunan baik infrastuktur maupun sumber daya manusia yang menggunakan uang rakyat tidak sebagaimana mestinya. Hal ini dapat diketahui misalnya dalam hal pembangunan SDM pada acara seminar/workshop-workshop yang mengeluarkan biaya tidak sedikit. Mereka biasanya melakukan workshop di hotel berbintang, ditempat yang relatif jauh dan dengan alasan refreshing sehingga menguras dana rakyat sangat besar, padahal kebanyakan mereka disana tidak fokus untuk mengikuti workshop dalam rangka meningkatkan pengetahuan mereka, melainkan mereka banyak menghabiskan banyak waktu untuk berjalan-jalan, shoping, dan sebagainya. Kemudian pembangunan infrastruktur yang tidak semestinya seperti pembangunan toilet DPR yang menghabiskan uang puluhan juta rupiah.
·         Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan “teman lama”. Lingkungan yang tertutup sangat memungkinkan terjadinya kasus korupsi karena mereka akan dapat dengan mudah melakukan tindakan korupsi secara berjama’ah dalam lingkungannya sehingga orang lain yang berada diluar jaringan sulit untuk mengontrol dan mengetahui tindakan-tindakan yang mereka lakukan termasuk tindakan korupsi.
·         Lemahnya ketertiban hukum. Ketertiban hukun di Indonesia ini dapat diibaratkan seperti pisau. Ia akan sangat tegas menghukum masyarakat bawah ketika melakukan tindakan kejahatan seperti mencuri sandal jepit, mencuri ayam, dsb. Namun untuk kelas atas yang mencuri uang rakyat sampai puluhan bahkan ratusan juta rupiah hukum sulit sekali ditindak, sepertinya kasusnya sangat berbelt-belit dan sulit sekali diungkap. Selain itu banyak kasus pejabat-pejabat negara yang terlibat kasus korupsi mendapat perlakuan khusus ketika di dalam penjara, seperti pemberian fasilitas yang mewah, dapat menyogok aparat penegak hukum agar bisa jalan-jalan keluar tahanan bahkan sampai keluar negeri.
·         Lemahnya profesi hukum. Prosesi hukum yang sangat berbelit belit dan sulit sekali untuk mengungkap kasus korupsi merupakan salah satu penyebab para aparat negara untuk melakukan korupsi. Mereka tidak takut terlibat kasus korupsi karena mereka beranggapan bahwa kasus yang akan mereka lakukan bakal sulit terungkap atau bahkan tidak terungkap. Selain itu aparat penegak hukum dalam melakukan tugasnya masih dapat disogok dengan sejumlah uang agar menutupi kasusnya dan membenarkan pihak terdakwa kasus korupsi.
·         Rakyat mudah dibohongi oleh para pejabat, seperti halnya pada saat pencalonan seorang pejabat, baik itu presiden, DPR, bupati, dll. Mereka akan mau memilih calon tersebut apabila mereka diberi imbalan uang (money politic).
·         Ketidak adaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau “sumbangan kampanye”. Pihak kontrol di Indonesia ini sangatlah lemah, bahkan pihak kontrol sendiri banyak yang terlibat kasus suap sehinga mereka dapat dengan mudah membiarkan kasus-kasus kampanye dengan uang. Dan bisa dibilang mereka membiarkn kasus suap karena mereka sendiri telah disuap.
·         Kurangnya keimanan dan ketakwaan para pemimpin dan birokrat negara kepada Tuhan YME. Lemahnya tingkat keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan YME merupakan salah satu faktor utama maraknya kasus korupsi di negeri ini. Mereka tidak takut terhadap dosa dari perilaku yang telah mereka lakukan, jika mereka takut terhadap dosa dan ancaman yang diberikan akibat perbuatan mereka pasti para pemimpin dan borokrat negara ini tidak akan melakukan perbuatan korupsi walaupun tidak ada pengawasan. Sebab mereka dengan sendirinya akan merasa diawasi oleh Tuhan YHE dan takut terhdap ancaman dosa yang dapat menyeret mereka dalam lembah kesengsaraan yaitu neraka.

Solusi:
Beberapa cara yang dapat ditempuh untuk mengatasi masalah kurupsi di Indonesia yaitu:
·         Adanya kesadaran rakyat untuk ikut memikul tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial, dengan tidak bersifat acuh tak acuh. Kesadaran rakyat dalam memilih pemimpin sesuai dengan hati nurani yang dianggap paling baik dan tidak menerima suap merupakan salah satu langkah untuk menghindari adanya kasus korupsi.
·         Menanamkan aspirasi nasional yang positif, yaitu mengutamakan kepentingan nasional. Penanaman nasionalisme sejak dini pada generasi penerus bangsa juga sangat diperlukan agar mereka mencintai bangsa dan negara indonesia diatas kepentingannya sendiri sehingga kelak jika menjadi pemimpin ia akan menjadi sesosok pemimpin yang memikirkan bangsa Indonesia diatas kepentingan pribadinya.
·         Para pemimpin dan pejabat memberikan teladan, memberantas dan menindak korupsi. Para pemimpin saat ini haruslah menjadi teladan yang baik bagi generasi penerus bangsa, yaitu sesosok pemimpin yang jujur, adil, dan anti korupsi, serta berupaya keras dalam membongkar dan memberikan sanksi yang tegas kepada para pelaku korupsi, bukan malah sebaliknya.
·         Adanya sanksi dan kekuatan untuk menindak, memberantas dan menghukum tindak korupsi. Sanksi yang tegas dan tidak memihak memang sangat diperlukan dalam menangani kasus korupsi di Indonesia. Para pelaku korupsi harus dijatuhi hukuman setimpal yang dirasa dapat memberikan efek jera dan takut baik bagi pelaku maupun orang lain yang akan melakukan tindakan korupsi.
·         Reorganisasi dan rasionalisasi dari organisasi pemerintah, melalui penyederhanaan jumlah departemen, beserta jawatan dibawahnya. Hal ini dilakukan untuk mengurangi penggunaan dana rakyat yang seharusnya dapat digunakan seefisien mingkin. Serta untuk membentuk sistem baru yang terorganisir dengan adil dan jauh dari korupsi.
·         Adanya sistem penerimaan pegawai yang berdasarkan “achievement” dan bukan berdasarkan sistem “ascription”.
·         Penetapan sistem penggajian yang layak. Aparat pemerintah harus bekerja dengan sebaik-baiknya. Itu sulit berjalan dengan baik, bila gaji mereka tidak mencukupi. Para birokrat tetaplah manusia biasa yang mempunyai kebutuhan hidup serta kewajiban untuk mencukup nafkah keluarganya. Maka, agar bisa bekerja dengan tenang dan tidak mudah tergoda berbuat curang, kepada mereka harus diberikan gaji dan tunjangan hidup lain yang layak. Karena itu, harus ada upaya pengkajian menyeluruh terhadap sistem penggajian dan tunjangan di negeri ini. Memang, gaji besar tidak menjamin seseorang tidak korupsi, tapi setidaknya persoalan rendahnya gaji tidak lagi bisa menjadi pemicu korupsi.
·         Sistem budget dikelola oleh pejabat-pejabat yang mempunyai tanggung jawab etis tinggi, dibarengi sistem kontrol yang efisien.
·         Perhitungan kekayaan. Orang yang melakukan korupsi, tentu jumlah kekayaannya akan bertambah dengan cepat. Meski tidak selalu orang yang cepat kaya pasti karena telah melakukan korupsi. Bisa saja ia mendapatkan semua kekayaannya itu dari warisan, keberhasilan bisnis atau cara lain yang halal. Tapi perhitungan kekayaan dan pembuktian terbalik sebagaimana telah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab menjadi cara yang tepat untuk mencegah korupsi. Semasa menjadi Khalifah, Umar menghitung kekayaan para pejabat di awal dan di akhir jabatannya. Bila terdapat kenaikan yang tidak wajar, yang bersangkutan diminta membuktikan bahwa kekayaan yang dimilikinya itu didapat dengan cara yang halal. Cara inilah yang sekarang dikenal dengan istilah pembuktian terbalik yang sebenarnya sangat efektif mencegah aparat berbuat curang. Tapi anehnya cara ini justru ditentang oleh para anggota DPR untuk dimasukkan dalam perundang-undangan.
·         Larangan menerima suap dan hadiah. Hadiah dan suap yang diberikan seseorang kepada aparat pemerintah pasti mengandung maksud tertentu, karena untuk apa memberi sesuatu bila tanpa maksud, yakni bagaimana agar aparat itu bertindak sesuai dengan harapan pemberi hadiah. Saat Abdullah bin Rawahah tengah menjalankan tugas dari Nabi untuk membagi dua hasil bumi Khaybar – separo untuk kaum Muslim dan sisanya untuk orang Yahudi – datang orang Yahudi kepadanya memberikan suap berupa perhiasan agar mau memberikan lebih dari separo untuk orang Yahudi. Tawaran ini ditolak keras oleh Abdullah bin Rawahah. Tentang suap Rasulullah berkata, “Laknat Allah terhadap penyuap dan penerima suap” (HR. Abu Dawud). Tentang hadiah kepada aparat pemerintah, Rasul berkata, “Hadiah yang diberikan kepada para penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah kufur” (HR. Imam Ahmad). Suap dan hadiah akan berpengaruh buruk pada mental aparat pemerintah. Aparat bekerja tidak sebagaimana mestinya sampai dia menerima suap atau hadiah. Di bidang peradilan, hukum pun ditegakkan secara tidak adil atau cenderung memenangkan pihak yang mampu memberikan hadiah atau suap.
·         Pengawasan masyarakat. Masyarakat dapat berperan menyuburkan atau menghilangkan korupsi. Masyarakat yang bermental instan akan cenderung menempuh jalan pintas dalam berurusan dengan aparat dengan tak segan memberi suap dan hadiah. Sementara masyarakat yang mulia akan turut mengawasi jalannya pemerintahan dan menolak aparat yang mengajaknya berbuat menyimpang. Dengan pengawasan masyarakat, korupsi menjadi sangat sulit dilakukan. Bila ditambah dengan teladan pemimpin, hukuman yang setimpal, larangan pemberian suap dan hadiah, pembuktian terbalik dan gaji yang mencukupi, insya Allah korupsi dapat diatasi dengan tuntas.
·         Pentingnya ajaran agama
Kasus korupsi seperti ini sebenarnya tidak akan terjadi apabila semua pemimpin atau birokrasi pemerintahan mempunyai landasan agama yang kuat. Dalam semua ajaran agama pastinya melarang perbuatan korupsi. Korupsi sama saja dengan mencuri, mencuri uang rankyat dan menyengsarakan mereka. Hal tersebut merupakan perbuatan dosa yang dapat membawa kita kelembah kesengsaraan yaitu neraka. Darah dan tubuh dari pelaku korupsi beserta anggota keluarga yang menikmati harta hasil korupsi tersebut telah tercemari oleh makanan haram hasil korupsi yang tidak akan berkah dalam menjalani kehidupan sehari-harinya. Jika seseorang memiliki landasan agama yang kuat, mereka pasti tahu dan akan takut melakukan perbuatan korupsi sehingga secara otomatis mereka akan menjahui perilaku ini dengan sendirinya tanpa perlu adanya paksaan dan pengawasan khusus, sebab mereka telah merasa diawasi oleh Tuhan YMK. Maka dari itu pendidikan agama dan penanaman Iman dan Takwa sangat diperlukan guna mengurangi atau bahkan menghilangkan terjadinya kasus korupsi yang sekarang ini kian merajalela di Indonesia.
·         Pentingnya peran pendidikan
Terlepas dari masalah korupsi itu sebagai budaya atau bukan yang jelas peran pendidikan akan dapat membantu meningkatkan ketahanan masyarakat dalam menghadapi dan memberantas korupsi Pendidikan merupakan instrumen penting dalam pembangunan bangsa baik sebagai pengembang dan peningkat produktivitas nasional maupun sebagai pembentuk karakter bangsa.. Buruknya manusia dapat ditranformasikan ke dalam hal yang positif melalui pendidikan, karena pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan merupakan upaya normatif yang mengacu pada nilai-nilai mulia yang menjadi bagian dari kehidupan bangsa, yang dengannya nilai tersebut dapat dilanjutkan melalui peran transfer pendidikan baik aspek kognitif, sikap maupun ketrampilan. Pendidikan membimbing manusia menjadi manusia manusiawi yang makin dewasa secara intelektual, moral  dan sosial, dalam konteks ini pendidikan merupakan pemelihara budaya. Namun demikian dalam konteks perubahan yang cepat dewasa ini pendidikan tidak cukup berperan seperti itu namun juga harus mampu melakukan transformasi nilai dalam tataran instrumental sesuai dengan tuntutan perubahan dengan tetap menjadikan nilai dasar sebagai fondasi.  
·         Kita sebagai mahasiswa (tidak semua orang bisa menuntut ilmu di perguruan tinggi) harus bersyukur dan bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu kita, karena ditangan kitalah nasib negara ini mau dibawa ke arah mana, apakah menjadi negara yang menempati pringkat tertinggi di dunia dalam prestasi atau malah menjadikan negara ini lebih korup dari yang sekarang ini.

Perkembangan KPK dalam mengatasinya:

Orde Lama

Kabinet Djuanda

Di masa Orde Lama, tercatat dua kali dibentuk badan pemberantasan korupsi. Yang pertama, dengan perangkat aturan Undang-Undang Keadaan Bahaya, lembaga ini disebut Panitia Retooling Aparatur Negara (Paran). Badan ini dipimpin oleh A.H. Nasution dan dibantu oleh dua orang anggota, yakni Profesor M. Yamin dan Roeslan Abdulgani. Kepada Paran inilah semua pejabat harus menyampaikan data mengenai pejabat tersebut dalam bentuk isian formulir yang disediakan. Mudah ditebak, model perlawanan para pejabat yang korup pada saat itu adalah bereaksi keras dengan dalih yuridis bahwa dengan doktrin pertanggungjawaban secara langsung kepada Presiden, formulir itu tidak diserahkan kepada Paran, tapi langsung kepada Presiden. Diimbuhi dengan kekacauan politik, Paran berakhir tragis, deadlock, dan akhirnya menyerahkan kembali pelaksanaan tugasnya kepada Kabinet Djuanda.

Operasi Budhi

Pada 1963, melalui Keputusan Presiden No. 275 Tahun 1963, pemerintah menunjuk lagi A.H. Nasution, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Pertahanan dan Keamanan/Kasab, dibantu oleh Wiryono Prodjodikusumo dengan lembaga baru yang lebih dikenal dengan Operasi Budhi. Kali ini dengan tugas yang lebih berat, yakni menyeret pelaku korupsi ke pengadilan dengan sasaran utama perusahaan-perusahaan negara serta lembaga-lembaga negara lainnya yang dianggap rawan praktek korupsi dan kolusi.
Lagi-lagi alasan politis menyebabkan kemandekan, seperti Direktur Utama Pertamina yang tugas ke luar negeri dan direksi lainnya menolak karena belum ada surat tugas dari atasan, menjadi penghalang efektivitas lembaga ini. Operasi ini juga berakhir, meski berhasil menyelamatkan keuangan negara kurang-lebih Rp 11 miliar. Operasi Budhi ini dihentikan dengan pengumuman pembubarannya oleh Soebandrio kemudian diganti menjadi Komando Tertinggi Retooling Aparat Revolusi (Kontrar) dengan Presiden Soekarno menjadi ketuanya serta dibantu olehSoebandrio dan Letjen Ahmad Yani. Bohari pada tahun 2001 mencatatkan bahwa seiring dengan lahirnya lembaga ini, pemberantasan korupsi pada masa Orde Lama pun kembali masuk ke jalur lambat, bahkan macet.

Orde Baru

Pada masa awal Orde Baru, melalui pidato kenegaraan pada 16 Agustus 1967, Soeharto terang-terangan mengkritik Orde Lama, yang tidak mampu memberantas korupsi dalam hubungan dengan demokrasi yang terpusat ke istana. Pidato itu seakan memberi harapan besar seiring dengan dibentuknya Tim Pemberantasan Korupsi (TPK), yang diketuai Jaksa Agung. Namun, ternyata ketidakseriusan TPK mulai dipertanyakan dan berujung pada kebijakan Soeharto untuk menunjuk Komite Empat beranggotakan tokoh-tokoh tua yang dianggap bersih dan berwibawa, seperti Prof Johannes, I.J. Kasimo, Mr Wilopo, dan A. Tjokroaminoto, dengan tugas utama membersihkan Departemen Agama, Bulog, CV Waringin, PT Mantrust, Telkom, Pertamina, dan lain-lain.
Empat tokoh bersih ini jadi tanpa taji ketika hasil temuan atas kasus korupsi di Pertamina, misalnya, sama sekali tidak digubris oleh pemerintah. Lemahnya posisi komite ini pun menjadi alasan utama. Kemudian, ketika Laksamana Sudomo diangkat sebagai Pangkopkamtib, dibentuklah Operasi Tertib (Opstib) dengan tugas antara lain juga memberantas korupsi. Perselisihan pendapat mengenai metode pemberantasan korupsi yang bottom up atau top down di kalangan pemberantas korupsi itu sendiri cenderung semakin melemahkan pemberantasan korupsi, sehingga Opstib pun hilang seiring dengan makin menguatnya kedudukan para koruptor di singgasana Orde Baru.

Era Reformasi

Di era reformasi, usaha pemberantasan korupsi dimulai oleh B.J. Habibie dengan mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme berikut pembentukan berbagai komisi atau badan baru, seperti Komisi Pengawas Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN), KPPU, atau  Lembaga Ombudsman. Presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid, membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000. Namun, di tengah semangat menggebu-gebu untuk memberantas korupsi dari anggota tim ini, melalui suatu judicial review Mahkamah Agung, TGPTPK akhirnya dibubarkan dengan logika membenturkannya ke UU Nomor 31 Tahun 1999. Nasib serupa tapi tak sama dialami oleh KPKPN, dengan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi, tugas KPKPN melebur masuk ke dalam KPK, sehingga KPKPN sendiri hilang dan menguap. Artinya, KPK-lah lembaga pemberantasan korupsi terbaru yang masih eksis.



2 komentar:

  1. Thanks teteh atas jawabannya, sangat membantu untuk UAS tahun ini. Salam kenal juga teh, Bill Chairy, MAT B UPI 2014

    BalasHapus

Silakan meninggalkan komentar ^_^